The Bitches I
Dua hari lagi Mas Adit pulang. Pagi itu aku sedang menyirami bunga saat
Surti, sekretaris Pak Anggoro meneleponku. Dia berkata bahwa dia sedang
berbelanja di Carrefour dan dia ingin mampir ke rumahku pulangnya
nanti, dan dia menawarkan sekedar oleh-oleh untukku. Hubungan telepon
yang singkat dari Surti tadi ternyata mengawali lengkapnya
perselingkuhan seksualku selama ditinggal Mas Adit bertugas ke
Kalimantan.
Surti sering berhubungan dalam urusan pekerjaan dengan Mas Adit.
Aku cukup dekat mengenalnya karena beberapa kali dia ke rumahku karena
ada urusan dengan Mas Adit. Dia biasa memanggilku dengan "Mbak Marini"
atau "Mbak Mar". Orangnya sangat anggun, cantik, sensual, ramah,
jangkung dan atletis dengan tinggi hampir 180 cm, oleh karenanya dia
termasuk yang terpilih sebagai pemain bola volley di kotanya, Salatiga,
Jawa Tengah.
Surti berusia sekitar 28 tahunan, hampir sama dengan usiaku. Tetapi
untuk gadis secantik itu, sampai sekarang dia belum juga menikah.
Bahkan menurutnya pacar pun dia tidak punya. Hobbynya mirip hobby
lelaki. Naik gunung, terjun payung, arung jeram, menyelam di laut dan
lain sebagainya. Aku selalu merasa senang jika berada di dekatnya. Dia
senang berseloroh denganku. Dan biasanya dia juga suka memegang-megang
bagian tubuhku, baik itu buah dada, bokongku dan lain-lainnya. Dia
selalu memuji kecantikanku. Dia bertanya tentang bagaimana caraku
merawat muka, buah dada maupun kelangsinganku. Sedangkan dia sendiri
sebenarnya sudah sedemikian cantik, langsing, pantatnya seksi dan
indah. Ah, mungkinkah dia hanya tertarik dengan wanita? Aku tidak ingin
berfikir negatif.
Akhirnya dia datang. Kulihat mobil Surti diparkir di halaman rumah.
Dia turun dengan kantong plastik besar dari Carrefour. Buah dadanya
yang besar nampak berayun saat dia menggerakkan tubuhnya atau saat
sedang berjalan.
Pahanya yang nampak kokoh sintal membayang dari celananya yang
berbahan sifon lembut yang ketat. Dengan memakai blus kembang-kembang
warna ceria, Surti tampil layaknya seorang artis bintang sinetron yang
sedang naik daun. Berkesan "smart", seksi dan sekaligus sangat sensual.
Kujemput dia. Selintas parfumnya menerpa hidungku. Dia berikan
oleh-oleh untukku. Ada buah-buahan, daging sirloin kesukaanku, makanan
kecil dan sebagainya. Dia berkata bahwa di kantor sedang suntuk. Banyak
urusan yang tidak selesai-selesai. Dia ingin membolos dulu. Dia hanya
telepon ke kantornya bahwa ia sedang terkena infuenza dan akan ke
dokter.
Setelah kubuatkan minuman untuknya, kami duduk mengobrol di ruang tamu. Tiba-tiba ekspresinya nampak serius.
"Mbak Marini, udah 3 hari ini temen-temen deket Pak Adit
membicarakan Mbak lho. Mereka bilang telah tidur sama Mbak di villanya
Pak Anggoro di Bogor. Tadinya aku pikir pasti fitnah. Tetapi hari Sabtu
kemarin, ketika tanpa sengaja aku mendengar telepon Pak Anggoro ke
Mbak, kemudian karena sifatku yang ingin tahu, aku mengintip Pak
Anggoro ke Dome untuk menemui Mbak, dan berikutnya aku mengintip Mbak
Mar bersama Pak Anggoro memasuki President Suite di Grand Hyatt, maka
aku jadi berpikir kalau ternyata bener juga kata temen-temen kantor
itu".
Sampai di sini dia berhenti, memandangku dengan penuh selidik.
Terus terang informasi ini membuatku takut, gelisah dan khawatir.
Khususnya yang berkaitan dengan hubunganku dengan Mas Adit. Dan lebih
dari itu adalah harga diri Mas Adit. Aku berpikir, siapa sebenarnya
yang jadi biang keladi dari semua ini. Mau apa dia setelah menerima
kenikmatan dariku?
"Aku sih nggak terlalu menganggap serius, Mbak. Ah, hal seperti itu
khan biasa dalam kehidupan ini. Satu naksir yang lain. Kemudian
mengayuh kenikmatan bareng. Ya khan, Mbak".
Surti memberi kesan bahwa baginya, itu sama sekali bukan hal perlu dikhawatirkan.
"Masalahnya Mbak, kalau Pak Adit nanti datang, dan denger yang
macem-macem itu, terus bertanya kepadaku, lalu apa yang mesti kujawab.
Di kantor dia hanya mempercayaiku untuk masalah-masalah begini. Aku
memang biasa polos apa adanya".
Aku masih juga belum mengerti arah dan tujuan Surti menceritakan hal ini. Sampai saat ketika dia mendekat padaku..,
Dia menyentuh payudaraku, mengelusnya, kemudian jari-jarinya meraih putingnya, memainkannya sambil berbicara.
"Tapi jangan khawatir Mbak, aku akan membantu Mbak agar Pak Adit tidak mempercayai gosip-gosip itu".
Oh, rupanya persoalan masih belum selesai. Aku jadi tahu sekarang,
rupanya di kantor Mas Adit juga ada serigala betina yang kelaparan.
Dan aku tak punya pilihan. Aku percaya hanya Surti yang bisa
menolongku. Dia akan mengusahakan setiap orang, dalam hal ini Rendi,
Burhan, Wijaya dan Basri agar tutup mulut. Surti cukup disegani karena
posisinya sebagai sekretaris Pak Anggoro.
"Mbak, aku sungguh naksir Mbak deh. Sudah lama aku naksir Mbak. Mbak cakep banget sih".
Selama ini ternyata dia memendam birahi padaku. Dan dengan adanya kasus villa Bogor itu, dia melihat kesempatan.
Aku masih bengong dan belum bisa berpikir jauh saat dia mendekatkan
wajahnya ke wajahku. Makin dekat, makin dekat. Dan tahu-tahu bibirnya
dengan lembut telah menyentuh bibirku.
"Mbak", Surti mencium bibirku.
Tangannya mendorongku ke sandaran sofa dan bibirnya mulai melumat bibirku. Selintas parfumnya menyergap hidungku.
Terus terang aku tidak siap dengan apa yang sedang berlangsung ini.
Surti yang sangat cantik ini tiba-tiba datang dan menceritakan kasusku
di villa Bogor, dan sekarang bibirnya telah melumat bibirku. Dan aku
masih bengong saat libidoku kembali mendesak bibir dan lidahku untuk
membalas lumatan Surti.
Begitu aku membalas lumatannya, Surti mendesah.
"Mbbaakk.., oohh.."
Aku jadi tergetar. Dan aku sendiri sejak merasakan nikmatnya
berhubungan seksual antar sesama perempuan dengan Indri tetanggaku itu,
aku sering atau bahkan hampir selalu juga mengagumi sesama perempuan
secara erotis, khususnya yang jangkung, sintal dan seksi seperti Surti
ini. Dan saat Surti kembali memelukku dengan erat, aku pun
meresponsnya. Aku juga mengelus punggungnya, aku juga membelai
rambutnya. Kemudian Surti melepas pelukanku.
"Oocchh.., Mbak.., aku bahagia sekali Mbak Adit mau menerimaku".
Dia menunjukkan ekspresi betapa bahagia dan gembiranya bahwa obsesi
birahinya padaku akhirnya kesampaian juga. Kemudian selekasnya pula
Surti kembali memelukku. Bibirnya mendekat. Tepian bibirku digigitnya
dengan lembut. Kemudian dilumatnya seluruh bibirku. Ahh.., alangkah
bedanya ciuman lelaki dengan ciuman sesama perempuan. Perempuan mencium
perempuan lain dengan penuh kedalaman perasaan. Lumatannya mengalirkan
ludahnya yang kurasakan seperti madu di lidahku. Aku membalasnya. Kami
saling bertukar lidah. Aku melenguh pelan. Kemudian Surti mendadak
menjadi liar. Dia menghujaniku dengan ciuman-ciumannya di telinga, di
leher dan di bahuku yang terbuka. Dia merangkul pinggangku dengan penuh
nafsu. Dimasukkannya tangannya ke balik blusku dan meraba-raba dan
meremas-remas punggung, belikatku dan pinggulku. Aku menggelinjang.
Didorongnya aku hingga tergolek ke sofa. Dia berlutut ke lantai.
Dibukanya kancing blusku. Dia benamkan wajahnya ke payudaraku. Dia
keluarkan payudaraku dari balik BH. Dia sedot puting-putingku. Aku
mendesah. Dia lepaskan rok bawahku hingga tinggal tersisa celana
dalamku. Dia elus lembut pahaku dengan tangannya. Dia benamkan wajahnya
ke perut dan pusarku. Bibir dan lidahnya terus menyedot dan menjilati
bagian-bagian sensitifku. Aku merintih. Sambil memeluk pahaku, dia
terus bergerak ke arah selangkanganku. Dia benamkan wajahnya ke
selangkanganku. Hidungnya mengendus celana dalamku kemudian mendesak ke
tepiannya. Lidahnya menjilat-jilat mencari bibir vaginaku. Aku menjerit
kecil sambil meraih kepalanya dan menjambak rambutnya. Nafasku
menyesak. Aliran darahku memacu dengan cepat.
Surti beringsut kembali ke arah dadaku. Dilepasnya BH-ku. Kemudian
tanganku diraih dan dibawanya ke atas kepalaku. Kini ketiakku terbuka.
Dibenamkannya wajahnya ke lembah ketiakku. Bibir dan lidahnya mengecup
dan menjilati seluruh sudut-sudut sensual ketiakku. Dengan
tangan-tangannya yang seolah berlaku sebagai kemudi, bibir dan lidah
Surti merambah seluruh tubuh bagian atasku, baik sebelah kiri maupun
kanan. Kemudian dia kembali memagut bibirku. Lumatannya menjadi sangat
memabukkanku. Aku tak mampu lagi menahan desahan maupun rintihanku
sendiri. Kenikmatan birahi telah menenggelamkanku dalam gelombang nafsu
yang dahsyat. Aku menikmati kepasrahanku padanya. Kubiarkan Surti
menumpahkan obsesinya dan memuaskan birahinya atas tubuhku. Aku menjadi
sandera dan tawanannya karena perilaku teman-teman kantor Mas Adit. Aku
hanya dapat melenguh dan sesekali merintih menanggung siksa yang sangat
nikmat.
Surti berbisik di telingaku, "Mbak, ke ranjang saja, yuk".
Ah, ide yang menarik, pikirku. Aku bangkit dan menuntun Surti
menuju peraduanku. Selama 6 hari terakhir, aku telah melakukan
selingkuh dengan melayani 3 orang teman Mas Adit di peraduanku ini.
Ranjang yang semestinya hanya untuk aku dan Mas Adit, telah kunodai.
Hari ini, Surti yang kutuntun ke ranjang ini, dia dengan ganasnya
langsung menggelutiku. Dia perosotkan celana sifonnya yang lembut
hingga lepas dari tubuhnya. Badan Surti yang jangkung dan kini setengah
telanjang terpampang di depanku. Kecantikan dan sensualitas terpancar
dari semua detail-detail tubuhnya yang sintal dan atletis itu. Rupanya
inilah hasil dari hobbynya memanjat gunung dan mengarungi jeram riam.
Aku terpesona. Aku tergolek di ranjang menunggu dengan pasrah. Surti
melemparkan celananya begitu saja ke lantai, kemudian merangkaki
tubuhku. Kami kembali saling melumat. Kudengar kini desahannya.
"Mbak Marinii, aku sudah lama sekali mengimpikan saat-saat seperti ini".
Kembali dia membenamkan diri di ketiak, dada, payudara, puting
payudara, perut bahkan pusarku. Dia buka celana dalamku. Dia cium
dengan lembut bulu-bulu halusku. Dia jilat memekku. Digigitnya dengan
lembut bibir vagina dan kelentitku. Aku menjerit karena nikmat.
Kemudian dia merangkaki kembali tubuhku dan kembali bibirnya
menjemput bibirku. Kali ini dia melumat-lumatku sambil tangan kanannya
mengelus vaginaku. Dia mainkan jari-jarinya pada bibir vagina dan
kelentitku. Kemudian jari-jarinya mulai berusaha menembus lubang
kemaluanku. Aku tahu, ini akan menghasilkan kenikmatan bersama yang tak
terperikan.
Saat jari-jarinya telah masuk menusuk, vaginaku di putar-putarnya.
G-spotku yang merupakan titik pusat saraf-saraf peka birahi dalam
lubang vaginaku menerima sentuhan jari-jari indah Surti. Aku tak kuasa
untuk tidak menggelinjang. Pantatku menjadi gelisah dan meliar.
Kunaik-naikkan pinggul dan pantatku untuk menyongsong jari-jari Surti.
Ke bagian 2
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
3562